Rabu, 15 Januari 2025

jam tiga

 

Jam sudah menjadi dingin, detaknya membeku, jarum-jarumnya hanya mendengung meminta kehangatan. Ia berhenti pada tiga pagi.

Kepalaku terus saja bedenyut sedari pagi, tak juga demam. Seperti ada yang mengetuk-ngetuk kepalaku seakan ingin keluar dan meronta meminta kebebasan, berteriak, menangis sampai benar-benar mati.

“Sampai kapan ini, tak ada yang pasti, setiap malam menggerutu, ingin mati dan mati saja” Suara itu terus muncul pada tiga pagi. Berulang setiap hari, seperti sudahh terjadwal dan terjaga.

Aku juga tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Aku selalu menyesali hal-hal yang terjadi, menangisinya, mengabaikanya, menangisi lagi, mengabaikanya lagi. Semuanya itu menumpuk menjadi gunung yang siap untuk meledak dan aku akan pecah berkeping-keping. Hidup mati lalu hidup lalu mati hidup lagi mati lagi.

Tak ada yang membuatku benar-benar tenang, sekalipun itu mimpi pada tidur yang begitu bias. Bayangan soal ketenangan aku saja tidak ada. Setiap hari menjalani hidup tanpa gairah, tanpa tahu kemana berlabuh, tanpa tahu jadi apa, untuk apa, pada siapa, dan kenapa. Yang aku tahu, kematian adalah ketenangan yang abadi. Sekalipun neraka adalah tempatku, setidaknya aku tahu siapa aku dan alasan-alasan aku tersiksa. Daripada hidup pada dunia yang terus saja tanda tanya, tak tahu jawabnya, terus tersiksa, terus bertanya, terus saja terus. Ah indahnya kematian.

Tuhan, aku tahu sekarang kamu sedang ada di hatiku, berilah setidaknya petunjuk untuk apa aku disini. Kegelisahan semakin besar, semakin tak karuan, Tuhan aku sudahh pusing, pusing sekali, aku tak tahu lagi mana yang benar mana yang salah, mana yang membenarkan mana yang menyalahkan. Tuhan jemput aku dimanapun itu, dengan cara apapun itu. Tuhan peluk aku, Tuhan peluk aku, aku ingin menangis dan berbicara semua yang aku rasakan tanpa ada batas apapun aku berbicara. Tuhan, oh Tuhan, Tuhan. Peluk aku Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jam tiga

  Jam sudah menjadi dingin, detaknya membeku, jarum-jarumnya hanya mendengung meminta kehangatan. Ia berhenti pada tiga pagi. Kepalaku ter...