Rabu, 05 Oktober 2022

sisa sisa keihlasan

 

Aku hanya : Gelandangan

Aku hanya gelandangan di kota itu

Mencari teduh

Mencari sepi

Mencari pulang

 

Ada seperti rumah

Tapi,

Tak ada atap

Tak ada pintu

Tak ada cinta

 

Setidaknya,

Aku tenang pada tempat itu

Dari riuhnya kota dan pikiran yang fana

 

Namun,

Aku hanya gelandangan di kota itu.

Di maki, di usir adalah takdir

Walaupun kedatanganku, dengan seikat senyuman.



 

KOTA LUKA DAN KENANGAN

Yah, malam itu

Masih tergambar jelas pada semu hatiku

Kita pertama bersua

Pada jogja yang sedang mesra-mesranya

Kita duduk diantara gelapnya kota

Kepalaku dan kepalamu

Bertumpuk pada Pundak yang lega

“ayo kita pulang, sudah setengah tiga, terang sebentar lagi datang”

Tak ada jawaban awalnya,

Hening tercipta hingga ia berucap

“biarkan terang datang, aku sedang nyaman”

 

Pada Pundak ini,

Kau pernah berucap demikian,

Hingga sekian banyak malam,

Segala macam cara meyakinkan

Namun tak kunjung ter-amin-kan

Tak pernah ada kata yang menjadikan kita “sama”

Atau sebuah ucapan yang menjadikan hubungan

 

Cinta tak butuh alasan, bukan?

 

Memang, cinta tak butuh alasan

Namun, cinta butuh kepastian.

Jika taka da,

Maka hanya tinggal kota, luka dan kenangan.

 

 

 

 

Dimana kamu

Setelah berbotol-botol habis semalam, ia selalu berkata

“Dimana kalian, ketika aku sedang terpuruk....kalian datang hanya saat bahagia”

Lalu mereka tertawa Bersama.

Yah, karena pada terpurukmu, pada susahmu, pada sedihmu, aku disisimu. Namun, tak pernah dianggap “ada”.

Dan sekarang “Dimana kamu saat aku sedang terpuruk?...”




 

Kepada dia yang telah terpahat pada hatinya

Bersyukur untukmu, yang tak perlu.....tak perlu selalu ada, tak perlu menemani, tak perlu menangis, tak perlu sakit, tak perlu terluka, tak perlu kedinginan, tak perlu kesepian, tak perlu bersusah payah, tak perlu meratapi, tak perlu diusir, tak perlu cemburu, tak perlu meluangkan waktu, tak perlu.......

Tapi selalu ada dihatinya, selalu dikenang, selalu disambut dengan senyuman.

Terimakasih telah membuatnya tersenyum malam ini.

 




Akhir September

Ritual yang pada sama setiap tahunya

Ritual yang ada setelah dunia menyambutku

Namun,

Saat ini atau bahkan sebelumnya

Taka ada kata manis

Tak ada pesta

Tak ada tawa

Tak ada lilin

Tak ada harapan

Taka ada kejutan

Tak ada dia

Tak ada mereka

 

Yang ada hanya,

Sepi yang menguap

Bersamaan dengan kepulan rokok

Yang merangsang masuk ke sukma

Lalu air mata mulai mengembun pada malam

 

 




SISA SISA KEIKHLASAN

Semua akan berakhir,

Terlalu banyak orang yang masuk pada cerita ini

Sudah tak baik.

Yang ada kita hanya saling menyalahkan, menjatuhkan

Mau berapa lembar kata maafpun, takan sanggup di mengerti

Atau berapa kalimat yang terucap, takan sanggup kau pahami

Biaralah semua seperti ini,

Cerita yang tak pernah dimulai, namun bisa di akhiri.

 

Kamis, 05 Mei 2022

Tiga kembang dan cerita yang bias

 Kembang pertama : DAHLIA

 

Dahlia


Ia yang pertama kali tumbuh,

Pada sebuah tanah kosong dan gersang

Memberi sumringah pada hati yang gerah

Mekar dengan suara yang mempesona


Ia yang mengajari,

Bagaimana menjaga dan merawat

Ia yang membentuk,

Bagaimana cinta yang semestinya

Ia juga yang menjadi,

Kata pertama pada tulisan

 

Namun,

Kemarau terlalu ganas

Daun mulai mengering

Kelopak menciut

Hatinya hilang

 

Berapa kalipun aku siram

Ia tetap saja meredam

Mungkin memang,

Sudah saatnya untuk karam

Dan aku menjaga luka lebam

 

Pada saat itulah semua terbentuk

Ketakutan, kegelisahan

Akan gugurnya sebuah kembang

 

 

 

Kembang kedua : ROSELA

 

Rosela

Ia tak harum,

Namun aku menikmati keindahanya

Dengan caranya yang memikat

Dan idealisnya yang kuat

 

Apa yang ia dengarkan

Apa yang ia katakan

Apa yang ia gaungkan

Menggugah kesadaran

 

Entah mengapa,

Rosela tak pernah mekar

Waktunya terlalu cepat berlalu

Hanya pilu yang beradu

 

 

Kembang ketiga : MAWAR

 

Mawar

 

Dalam perjalanan, pada tujuan

Dalam penantian, pada keyakinan

Dalam harapan, pada Tuhan

Kembang ini seperti sebuah harapan

 

Pada sebuah buku ia tumbuh

Memberi cerita pada kertas yang lusuh

Kisah tentang nasibnya yang keluh

 

Begitu banyak hal yang terangkai

Pada waktu yang landai

Pada sunyi yang ramai

Dan pada hujan yang badai

 

Hanya saja,

Ia tak kunjung mekar

Walau hati sudah berbinar

Dan sabar sudah sengar

 

Entah,

Bagaimana akhirnya

Yang pasti,

Tumbuhnya menjadi bahagia

Dan pengaruh yang mesra

 

jam tiga

  Jam sudah menjadi dingin, detaknya membeku, jarum-jarumnya hanya mendengung meminta kehangatan. Ia berhenti pada tiga pagi. Kepalaku ter...