Kamis, 17 Oktober 2019

DPR banyakin ngopi di warkop

DPR banyakin ngopi di warkop

Sudah jadi hal yang lazim kalau warung kopi di desa saya sehabis isya menjadi tongkrongan Bapak-bapak pengejar gosip. Stigma yang melekat ke Ibu-ibu tukang gosip sepertinya adalah hal yang salah,menurut saya. Hanya ranahnya saja yang berbeda, jika Ibu-ibu membahas tentang gelang emasnya Hajah Rojak yang tiap bulan tambah, maka Bapak-bapak bahas DPR yang tiap tahun istrinya tambah, lebih ke ranah politik.

Revisi undang-undang yang sedang marak dipertontonkan di koran ,radio , televisi, bahkan spanduk partai menjadi topik hangat di warung kopi, bisa dibilang hampir mirip ILC suasananya, hanya saja Bung Karni nya diwakili sama mbah-mbah yang sarungnya itu-itu saja, ya walaupun lebih banyak makan kacang rebusnya, sekali ngomong cuma minta rokok.

ana-ana bae yah, masa ayam mlebu ngumaeh tanggane kenang denda 10 juta” (Ada-ada saja,masa ayam masuk rumah tetangga dapet denda 10 juta) Perdebatan di mulai dari celetukan Bapak-bapak pekerja pabrik yang lagi baca broadcast di grup WA. Dibilang perdebatan nampaknya bukan juga, karena memang kebanyakan semua orang disitu hampir sama satu persepsi, menolak adanya revisi UU.

Hampir semua orang yang berkerumun membuat argumen tentang Revisi UU sebenarnya lebih ke mengumpat tentang performa DPR yang menurut mereka tidak sesuai dengan yang diharapkan mereka, kuli bangunan yang nimbrung yang tidak tahu menahu tentang politik pun sampai melontarkan joks ala-ala grup WA keluarga yang garingnya minta ampun.
Mahasiswa yang paling lantang bersuara dikerumunan tersebut membahas soal performa DPR yang seharusnya menjadi pilar demokrasi justru melemah karena banyak anggota yang terjebak dalam politik partisa,pemuda yang pakai kaos OI juga mengumpat DPR yang sering tidur saat rapat, sambl mengutip lirik dari Iwan fals “wakil rakyat seharusnya merakyat,jangan tidur waktu sidang soal rakyat” bernyanyi tanggung dengan nada yang benar-benar fals. Namun justru yang paling mencolok adalah celetukan Mbah-mbah yang dari awal membatu, saat semua sudah mau berkemas pulang dia tiba-tiba ngomong “lah bocah-bocah kawit mau ngomongi wong sing ora bakal dirungokna, nyong anu ora teyeng nyampekna keluh kesahe nyong maring DPR, angger DPR ngopi maring ngene tek omongi werna-werna,wong penginyongan tah kur teyenge ngarit”.(lah bocah-bocah dari tadi ngomongin orang yang tidak  mungkin di dengarkan, saya engga bisa menyampaikan keluh kesah saya ke DPR,kalalu DPR ngopi kesini baru saya bilangin macam-macam,orang desa seperti saya hanya bisa cari rumput saja)

Dari celetukan si Mbah, saya bisa menyimpulkan bahwa memang benar kalau komunikasi memang sangat penting adanya, kebanyakan masyarakat kelas bawah di Indonesia tidak tahu cara menyampaikan aspirasi mereka, atau memang DPR sendiri tidak membuat wadah atau jalur yang pasti untuk masyarakat agar bisa menyampaikan aspirasi mereka, kalau begini berarti hanya mereka yang memiliki jabatan saja yang bisa menyampaikan aspirasi, bukankah DPR itu Dewan Perwakilan Rakyat bukan Dewan Perwakilan Pejabat?

Warung kopi adalah tempat sederhana yang bisa membuat sebuah pemikiran baru, warung kopi tempat paling rakyat, selalu terbuka untuk semua orang, apalagi kalau sudah kenal sama yang punya warung tak ada uang kita bisa utang, warung kopi sudah seperti kotak pos yang berisi keluhan-keluhan masyarakat namun bebal tak pernah tersampaikan.

Tongkrongan malam ini,diakhiri dengan jawaban yang kompak “enggih mbah

jam tiga

  Jam sudah menjadi dingin, detaknya membeku, jarum-jarumnya hanya mendengung meminta kehangatan. Ia berhenti pada tiga pagi. Kepalaku ter...