Jumat, 20 Desember 2019

KABAR BUNGA


Tiba-tiba sebuah nama muncul di beranda Hp. Nama yang tak asing namun sulit di pahami. Karena memang nama itu hampir punah dalam daftar chatku. Hampir lebih dari 1 tahun mungkin, semenjak dia punya pacar aku tak pernah lagi berbalas pesan. Sekedar menanyakan kabar pun sudah tak pernah lagi. Aku hanya tak ingin menggangu hubungan orang lain, apalagi aku tahu pacarnya itu super posesif.

Aku dan dia pernah menjalin hubungan keakraban. Aku tidak bilang hubungan kita adalah “Pacaran”, karena aku lulusan pondok dan aku diajarkan untuk tidak pacaran. Katanya pacaran itu haram karena lebih mendekati zina. Dari pada ilmu yang aku tuntut itu sia-sia aku ganti nama saja “Keakraban”, terdengar lebih santun dan sopan. Karena menurutku saling mengenal adalah penting adanya sebelum menuju ke jenjang pernikahan. Setidaknya ketika kita sudah saling kenal akan mengurangi sedikit tingkat perceraian. Kalau belum kenal satu sama lain dan tiba-tiba nikah lalu saat sudah menikah kita baru tahu sifat dan kekurangnya. Tidak masalah jika kita bisa menerima kekurangan masing-masing, tapi kalau tidak? tak perlu aku jawab. Tapi selama satu setengah tahun aku menjalani hubungan keakraban dengan dia belum pernah sekalipun aku untuk sekedar mencium keningnya. Terlihat membosankan memang, mungkin itu alasan dia meninggalkanku. Aku pernah membaca sebuah kata-kata yang indah walaupun ini dari sang budha, “ Perbedaan suka dan cinta ibarat bunga, jika kamu suka maka akan kamu petik lalu kamu nikmati harumnya, jika kamu cinta maka akan kamu siram dan kamu rawat”.

Kaget bukan main, karena setelah buka chat darinya tidak ada hujan tidak ada angin dia menanyai kabarku, lalu aku balas dan kita terjebak dalam basa-basi masa lalu. setelah mati suri chat yang cukup panjang aku tidak menyangka hal ini bisa terjadi lagi. Tak ada pikiran tentang pacarnya yang posesif atau apapun tentang makhluk itu, yang jelas aku terlampau bahagia. Maklum saja semenjak dia memutus hubungan denganku, aku sangat down. Serasa dunia dan seisinya hanyalah kemunafikan. aku hancur oleh cinta pertamaku. Bahkan aku sampai mencoba puasa mutih selama satu bulan hanya agar do’aku dapat terkabul untuk dia kembali lagi. Tapi semua gagal, karena setelah dua minggu aku puasa mutih aku masuk rumah sakit. Bukan maag atau gangguan pencernaan, sakit jiwa kata dokter. Setelah cukup lama kita berbalas pesan, dengan singkat dia bilang “besok kita ketemu di cafe biasa, mau kan?”. Aku berjingkrak kegirangan, bunga yang aku siram tiba-tiba bersemi di musim kemarau.

Malam ini benar-benar menjelma menjadi purnama yang menawan. Berulang kali aku baca chatku dengan dia. Aku baca dengan senyum yang merekah. Setelah selesai aku baca, aku melamun membayangkan esok saat nanti kita bertemu, saat aku menatap ranum wajahnya. Lalu aku membaca chat lagi, melamun lagi, terus berulang sampai shubuh. Aku ke masjid dengan senyum yang merekah.
                
Aku bergegas bersiap, aku memakai kaos dengan gambar john mayer dan jaket yang pernah ia berikan saat aku ulang tahun. Sebenarnya dulu aku tidak terlalu suka dengan john mayer, tapi aku tau dia suka, semenjak aku dekat dengan dia aku jadi suka john mayer. Dia juga suka kopi, jadi aku memakai parfum aroma kopi juga. Terlalu banyak yang aku ingat tentang dia. Dia suka baca buku soal feminisme, dia suka warna biru, dia tidak bisa tidur kalau lampu menyala, yang palig penting dia tidak suka simalakama.
                  
Jam setengah sembilan lewat aku sudah disana. Aku sengaja datang lebih awal, karena dia bilang akan datang sekitar jam sepuluhan. Aku ingin sedikit meluangkan waktu untuk berekreasi dengan masa lalu. Cafe ini menjadi saksi saat dulu untuk pertama kalinya aku mengajak dia untuk bertemu. Kegugupanku masih tergambar jelas disini. Penjualnya yang sudah berumur juga masih setia dengan racikan kopinya. Desain cafe yang bernuansa tradisional jawa ini masih terjaga rapih. Aku duduk di tempat yang sama saat pertama kali aku bertemu denganya. Sebuah kursi dengan rajutan rotan dan meja dari kayu jati yang sudah cukup berumur memberi kesan tradisional klasik. Bahkan asbaknya pun tak kalah menarik, dengan ukiran wayang yang rapih. Mataku langsung teralihkan ke pintu masuk ketika sosok perempuan muncul, wajahnya tertimpa cahaya dari fentilasi jendela. Aku tersenyum merekah. Jantung berdetak tak karuan. Sekali lagi aku terlampau bahagia.
“hai?” sapanya lembut mengalir di telinga. Tatapanya tajam namun ranum tak banyak yang berubah hanya sedikit lebih kurus saja. Dia juga memesan kopi yang sama denganku gayo aceh aeropress. Semakin menjadi-jadi gejolak batin ini. Obrolan di awali dengan basa-basi yang tak terlalu penting, sayangnya aku hanya sibuk menjawab. Ah inilah kebodohanku selalu gugup saat bertemu dengan perempuan yang aku suka. Pikiranku buntu, yang ada hanya pertanyaan-pertanyaan haluku. Pertanyaan yang terus mengganggu setiap aku berada dalam sepi, “dia masih sayang aku atau tidak?” atau “bisakah aku kembali lagi denganya?”. Aku sangat tidak percaya diri dengan diri sendiri. Kali ini tidak, ini kesempatan.
               
“kamu sudah punya pacar?” dengan reflek tegas aku menjawab “belum”, pertanyaannya seperti ingin membangunkan mimpi-mipi yang lama terkurung dalam brankas baja yang gelap. Dia mulai menebak-nebak kenapa aku masih sendiri. Tebakanya salah semua. Dengan sedikit terpatah-patah aku mencurahkan apa yang aku rasakan selama ini, dari hari ketika dia memutuskan pergi. Dia tertawa saat aku ceritakan nasibku saat di rundung kesedihan oleh patah hati, sialan! Tertawa diatas penderitaan orang lain rupanya. Tapi memang hal-hal bodoh yang aku lakukan untuk mengobati patah hati terlampau parno. Aku juga geli sendiri. Suasana tiba-tiba hening, dia terdiam dengan mata berkaca-kaca saat aku bilang “sampai sekarang aku masih menunggu bunga itu mekar, aku merindukan wanginya”. Suasana masih hening, dia juga masih terdiam. Aku merasa bersalah, perkataanku mungkin salah.
               
Setelah 15 menit kurang mungkin, tak ada kata yang keluar hanya sebuah kepulan asap dari rokok yang aku hisap. Dia mengucapkan kata dengan pelan dan lirih, lalu menarik nafas dalam-dalam “Jadi begini, kamu masih sayang aku kan?”. Aku mengangguk dengan cepat. “kamu pasti tahu kalau tumbuhan akan berbunga, aku sangat berterimakasih karena dulu kamu sudah merawat bunga itu dengan kasih. namun aku bodoh, bunga yang kamu rawat ini tiba-tiba pergi tak tau berterimakasih. Maafkan aku”. Aku bingung apa yang ia maksud, tapi yang ku tangkap dia berusaha meminta maaf kepadaku tentang masalalu. Aku tak apa, aku baik-baik saja sekarang. Tak ada cerita yang menarik jika hanya garis lurus, maksudku ini bukan salahmu, takdir kita seperti ini. “Kamu tahu ,sudah tak ada lagi lebah yang hinggap ke bunga ini, ya benar, dia telah meninggalkanku, sekarang aku sendiri” dia berkata sambil tersendu. Aku bingung, perasaan aneh tiba-tiba muncul, antara bahagia atau nelangsa. Aku bahagia karena kesempatanku untuk kembali lagi terbuka lebar, dan nelangsa karena tiba-tiba air mata muncul dari mata ranumnya. Aku benar-benar tak tega.
                
“Dan kamu tahu kalau bunga pasti akan berbuah kan? Sekarang bungamu ini sudah berbuah tapi sayangnya lebah yang telah membawa serbuk sari dia tak bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan”. Aku sangat bingung dengan apa yang ia katakan. Aku terdiam lagi, mengambil sebatang rokok untuk mencoba menjalankan otak yang kaku ini. Dia memandangiku dengan wajah yang sedikit layu namun serius, entah apa yang ia maksud. Aku rasa dia coba mengatakan hal yang tidak main-main. “Kamu masih belum paham?” ia menarik nafas panjang “emm jadi gini, intinya sekarang aku hamil, dan dia meninggalkanku”. Dadaku sesak otaku semakin kaku bahkan seperti kram. Kata itu seperti peluru dari penembak jitu yang tiba-tiba menembus tubuhku dari belakang. Aku berusaha untuk tenang, mengendalikan suasana. Dia menangis lagi, kali ini tangisanya agak keras. Sampai-sampai penjual kopi yang harusnya sudah agak budeg itu mendengar dan menatap kaget kearah kami. Aku mengambil tisu dan mengusap air matanya, lalu aku pindah tempat duduk ke sebelahnya. Aku mengelus lembut rambutnya. Dia bersandar ke pundakku. “Apa kamu masih mau merawat bungamu ini?” suaranya yang di barengi sendu itu membekukan tubuhku.


Senin, 02 Desember 2019

Insting kemanusiaan dimakan sosial media


Insting kemanusiaan dimakan sosial media


Era digital sangat mempengaruhi kehidupan sosial di keseharianya. Apalagi dengan euforia konten viral. kebanyakan orang berbondong-bondong membuat konten yang bisa menjadi viral dan menjadi buah bibir banyak orang, dan itu adalah sebuah prestasi. Seolah media sudah menjadi kebutuhan primer di masyrakat. Hal yang wajar memang, karena kemajuan teknologi berkembang sangat pesat. Ketika kita tidak bisa mengikutinya, kita akan menjadi alien yang aneh di antara manusia modern.
Tapi sadar atau tidak kita dibuat lalai dengan kewajiban kita sebagai manusia itu sendiri, manusia yang mempunyai belas kasih, rasa saling menolong dan sifat kemanusiaan lainya.

Keresahan saya ini muncul saat kejadian kebakaran rumah di sebuah kota di Kabupaten Banyumas.
Saat itu saya dan teman saya sedang duduk santai di sebuah warung. Tiba-tiba ada pengumuman di masjid yang mengagetkan dan membuat panik “kebakaran, kebakaran, kebakaran”. Jarak dari warung dan tempat kejadian tidak terlalu jauh, jika di perkirakan mungkin tidak kurang dari 100 meter. Dengan terburu-buru saya dan teman saya lari ke tempat kejadian. Kaget bukan main, setelah sampai di sana api sudah besar, kepanikan dimana-dimana.

Yang membuat saya heran adalah bagaiamana refleks dari masyrakat yang datang dan melihat kejadian itu. Bukanya berbondong-bondong mencari sumber air untuk memadamkan api tapi justru berlomba merekam dan mengabadikan kejadian itu dengan ponselnya masing-masing , seakan siapa yang update pertama kali dialah yang jadi juara. Mirisnya lagi tidak ada yang berusaha membuat panggilan darurat ke pemadam. Teman saya langsung menghubungi pemadam kebakaran dan saya mencoba mengajak warga untuk mengambil ember atau apapun itu yang penting bisa untuk jadi wadah air. Banyak orang yang berdatangan, dan lagi-lagi hanya sekedar mengabadikan untuk sekedar dibuat story atau di sebarkan ke group, padahal warga sekitar sedang bergotong royong dengan cara estafet ember (karena memang jarak sumber air cukup jauh). Seakan-akan kejadian kebakaran itu adalah pertunjukan ebeg , yang bisa di tonton dengan santainya sambil ngerokok dan ceriwisan, padahal di sisi lain ada orang yang sedang berduka. Setelah 1 jam lebih api mulai mengecil, dan pemadam kebakaran datang. Masih bersyukur karena api tidak merembet ke rumah di sebelahnya.

Kemajuan di IPTEK memang sangat membantu di kehidupan sehari-hari, memudahkan kita dalam mencari informasi maupun meringankan pekerjaan. Namun dampaknya adalah kita menjadi ketergantungan. Seakan menjadi “pusat perhatian” di media sosial adalah hal yang kudu. Bagaimanapun kita masih memiliki landasan dasar Pancasila, yang di dalamnya mengangkat tinggi tentang kemanusiaan. Tak perlu meninggalkan atau menjadi manusia purba, cukup berbenah saja. Melihat luasnya dunia di sebuah layar tapi lingkungan sekitar yang nyata kita tutup mata. Semut di seberang lautan tanpak, gajah di pelupuk mata tak nampak. Miris.

Rabu, 27 November 2019

DARI BEBERAPA MANUSIA

DARI BEBERAPA MANUSIA


Ini adalah kumpulan puisi yang saya tulis dari rangkaian keluh kesah manusia yang mampir di telinga saya, walaupun sebenarnya masih banyak kisah yang dari orang-orang yang belum saya muat disini. Setidaknya ini akan mewakili perasaan mereka. Ada beberapa kisah yang saya angkat disini dan dengan latar cerita yang berbeda-beda pula. Dari beberapa orang yang mencurahkan hatinya ke saya kebanyakan bercerita tentang persoalan kisah cintanya yang kandas.Mohon maaf bila di tulisan ini masih banyak kesalahan atau kekurangan apapun itu. Saran dan kritik kalian akan sangat membantu untuk saya belajar :). Semoga bisa dinikmati.




KABAR LUKA

Udara mengirim kabar menyengat kalbu
Saat itu,
Dimana hari suci yang seharusnya bahagia
Murung melahap segala rasa
Tak ada lagi jernih di pikiran
Langkah bergetar tak karuan
Nafas sesekali tak teratur
Senyum yang seharusnya mesra
Kini tak ada
Tuhan merestui kamu di surga
Bukannya tak terima,
Hanya saja pesan yang ku rangakai,
Tak sempat kau baca

Alur yang kita buat
Sampai sudah menjadi titik
Catatan tentang waktu itu
Saat jemari kita menyilang erat
Saat percakapan kita di balai kota
Takan pernah terhapus
Abadi kenangan
Hadirmu adalah sejuk
Kepergianmu adalah tusuk

Berkenankah,
Rindu yang ku sampaikan lewat do’a
Dan mimpi kau menyapa
Karena,
Kita terhubung di lorong waktu yang sama

(saat dalam perjalanan ke jogja teman saya menceritaka tentang kisah asmara yang dialaminya dimana saat hari raya idul fitri tahun lalu dia mendapat kabar bahwa kekasihnya meninggal dunia.)
.
.
.
.
.
  
DI JALAN

Ku coba cari dalam belukar malam
Tentang apa yang di kehendaki
Atas dasar kegundahan keraguan

Di sela sudut kota
Tetesan air mata, nista
Berupaya reda dalam dingin
Terusik caci maki, berisik
Luluh oleh takdir yang getir
Sesuap nasi dilahap bersama
Miris.

Yang di singgahsana
Membuta,
Hanya menyapa
Tinggalkan janji
Lalu lupa atau ingkari
Tuli pada mereka yang dianggap dekil

Tak ada waktu minum susu
Apalagi menikmati mimpi
Hanya gelisah untuk esok
Tentang bertahan hidup
Atau tergeletak di trotoar

Gantungka cita cinta
Menagnggung beban nestapa
Telusuri jejak cakrawala
Dengan apa yang bagaimana

Di jalan,
Mereka butuh kemerdekaan
Oleh penjajahan para bangsawan

(waktu itu saat menulusuri jakarta dari tanah abang - kota tua, perjalan dari siang sampai malam saya bertemu beberapa orang yang mencoba bertahan hidup di emperan pertokoan hingga kolong under pass, saat singgah untuk istirahat di sebuah kaki lima yang menjual rokok dan kopi, saya berbincang dengan mereka yang hanya hidup menggandalkan belas kasih orang lain, mereka berbicara cukup serius kepada saya, yang kesimpulanya “kami tak ingin kaya kami hanya ingin di hargai”.)

.
.
.
.
TERJAGA

Entah apa yang berdesak di kepala
Runyam memelihara malam
Setengah dua tak ada do’a
Sepatah kata hilang di halaman
Sunyi menemani,
Bukan tentang patah hati
Hutang tak kunjung usai
Lembur yang mengguyur
Bukan, bukan itu
Alasan tak masuk akal
Alasan yang tak bisa dijabarkan
Seperti ingin berontak
Namun tak ada jiwa yang retak
Seperti ingin menangis
Namun rokok tak hentinya menggubris
Atau efek kopi yang terlalu pekat?
Entahlah mungkin kafein tak sepakat
Semua hanya tentang tanda tanya

Mimpi seperti tak ingin dinikmati
Malam mulai hancur berantakan
Aku juga tak tau darimana
Gerombolan angan yang bercabang
Membentuk alur yang paradok
Pupil mata tak bosan menggeliat

Waktu melambat dalam ruang
Aku terjaga untuk apa?
Bahkan aku tau ini sia-sia
Tapi jawabanya apa?
Tiba-tiba subuh melek saja


(khusus ini bukan dari per-orangan, ini masalah yang sering kita lakukan setiap malam lakukan di sebuah warung (tempat tongkrongan), keresahan tentang masalah hidup yang sering mengganjal di pikiran yang akhirnya jadi susah tidur, ya kita begadang. Oh ya untuk yang ini kemungkinan besar akan jadi sebuah LAGU dari peoplerooster (masih dalam proses)
.
.
.
.
.
SATU MINGGU, UNTUK ANAKKU

Dalam ramai malam ini
Dalam hening siang tadi
Dalam irama gitar yang mengalun sendu
Adakah yang lebih lugu dari raut mu?

Jarak kita hanya satu minggu
Namun sekian jam berlalu
Rindu sudah membujuk kembali
Tidak,
Aku hanya ingin kamu tumbuh berseri
Lewati detik yang akan mengusik
Menjadi lebih dari sekedar “Aku”

Tak perlu tahu tentang keringat ini
Terkoyak langkah demi upah,
Terkurung resah.
Jalan setapak yang mengelabuhi
Jalan terjal yang tak pernah memahami.
Kamu tak perlu tahu,
Biarkan semesta yang mejelaskan
Dalam besarmu yang di peluk mapan.

Selasa nanti kita rayakan rindu,
Aku bawa topeng yang kamu tanya
Kita nikmati sore dengan ombak
Akan aku ajarkan apa itu bebas
Bagaiamana berlari meraih bahagia
Bersyukur atas indah ciptaNYA
Dan aku menikmati tawamu
Ceriamu yang berlalu seminggu.

Karena alasan semangat adalah kamu
Obat lelahku adalah kamu
Bunga tidurku adalah kamu
Gambaran senyumku adalah kamu
Anakku.


(sebuah kerinduan dari seorang ayah kepada anaknya karena hanya bisa bertemu satu minggu sekali (seringya) karena harus bekerja di luar kota. Dalam satu minggu itu saya sering bertemu sama seorang ayah tersebut, dan dia terkadang menunjukan foto anaknya yang dikirim istrinya kepada saya sambil tersenyum bahagia.)
.
.
.
.
.
OLEH SEBUAH TATAP

Oleh sebuah tatap
Tergetar rasa entah apa
Seperti membangunkan mimpi-mimpi
Yang lama mati suri

Berhentilah tersenyum dalam lamunanku
Tak mau ku berterus luluh merindu
Walaupun hasrat seperti meronggai hati

Darimana mencoba lupa,
Sedangkan segala tentangmu terus mendesak mimpi
Tolonglah,
Aku tak tau bagaimana di depanmu
Mungkinkah,
Aku sudah buta oleh caramu berbicara

Kalaupun berterus terang adalah kebodohan
Mungkin aku mencoba bodoh untuk kali ini
Namun,
Aku tak mau menumbang hubungan
Tentang apa yang kau tumbuhkan
Dengan siapa atau apa dia aku tak peduli

Ku rasa hati ini menggila,
Oleh jiwa yang enggan menyapa
Entahlah,
Sepertinya kau mengabaikan
Tentang semua yang aku lontarkan
Sudahlah,
Mengertipun kau tetap sama
Menutup pintu itu
Agar tak bermusafir di hatimu.



( Keresahan yang banyak sekali teman-teman ceritakan kepada saya, tentang perasaan yang muncul dari sebuah tatapan. Namun justru itu jadi boomerang yang justru menjadi kegalauan bagi diri mereka sendiri, karena hanya di anggap sebelah hati )
.
.
.
.
.
.
MAFHUM

Kita pernah ada dalam ruang rona
Meredam segala keluh, berucap mesra
Hingga nalar tak mampu tercerna
Telapak tangan itu tak bersalam lagi
Kamu lepas tangan,
Tanpa sapa kau coba lupa

Aku lalui waktu yang berantakan
Hingga kabar tentangmu datang
Sebuah kenyataan pahit,
Kau telah di pinang

Perasaan yang sama namun tak semestinya
Aku mencoba mengerti,
Karena ada bulan yang harus kau sapa
Tak harap buat mu kembali,
Hanya ingin memastikan,
Yang kau rajut bukan benang kusut

Karena aku tahu segala utuhmu
Bagaimana kamu luluh di sela kepalaku
Bagaimana kamu tersenyum menyiasati pilu


( mungkin kalian tidak asing tentang puisi di atas, ini adalah awal dari terciptanya lagu MAFHUM dari peoplerooster (yang belum dengar bisa lihat di youtub), hanya saja saat di buat lirik lagu banyak kata-kata yang di ringkas dan di buang, namun tidak membuang makna dari puisinya. Jadi ini adalah puisi yang saya buat setelah seseorang bercerita tentang mantan istrinya yang akan menikah lagi )


Kamis, 17 Oktober 2019

DPR banyakin ngopi di warkop

DPR banyakin ngopi di warkop

Sudah jadi hal yang lazim kalau warung kopi di desa saya sehabis isya menjadi tongkrongan Bapak-bapak pengejar gosip. Stigma yang melekat ke Ibu-ibu tukang gosip sepertinya adalah hal yang salah,menurut saya. Hanya ranahnya saja yang berbeda, jika Ibu-ibu membahas tentang gelang emasnya Hajah Rojak yang tiap bulan tambah, maka Bapak-bapak bahas DPR yang tiap tahun istrinya tambah, lebih ke ranah politik.

Revisi undang-undang yang sedang marak dipertontonkan di koran ,radio , televisi, bahkan spanduk partai menjadi topik hangat di warung kopi, bisa dibilang hampir mirip ILC suasananya, hanya saja Bung Karni nya diwakili sama mbah-mbah yang sarungnya itu-itu saja, ya walaupun lebih banyak makan kacang rebusnya, sekali ngomong cuma minta rokok.

ana-ana bae yah, masa ayam mlebu ngumaeh tanggane kenang denda 10 juta” (Ada-ada saja,masa ayam masuk rumah tetangga dapet denda 10 juta) Perdebatan di mulai dari celetukan Bapak-bapak pekerja pabrik yang lagi baca broadcast di grup WA. Dibilang perdebatan nampaknya bukan juga, karena memang kebanyakan semua orang disitu hampir sama satu persepsi, menolak adanya revisi UU.

Hampir semua orang yang berkerumun membuat argumen tentang Revisi UU sebenarnya lebih ke mengumpat tentang performa DPR yang menurut mereka tidak sesuai dengan yang diharapkan mereka, kuli bangunan yang nimbrung yang tidak tahu menahu tentang politik pun sampai melontarkan joks ala-ala grup WA keluarga yang garingnya minta ampun.
Mahasiswa yang paling lantang bersuara dikerumunan tersebut membahas soal performa DPR yang seharusnya menjadi pilar demokrasi justru melemah karena banyak anggota yang terjebak dalam politik partisa,pemuda yang pakai kaos OI juga mengumpat DPR yang sering tidur saat rapat, sambl mengutip lirik dari Iwan fals “wakil rakyat seharusnya merakyat,jangan tidur waktu sidang soal rakyat” bernyanyi tanggung dengan nada yang benar-benar fals. Namun justru yang paling mencolok adalah celetukan Mbah-mbah yang dari awal membatu, saat semua sudah mau berkemas pulang dia tiba-tiba ngomong “lah bocah-bocah kawit mau ngomongi wong sing ora bakal dirungokna, nyong anu ora teyeng nyampekna keluh kesahe nyong maring DPR, angger DPR ngopi maring ngene tek omongi werna-werna,wong penginyongan tah kur teyenge ngarit”.(lah bocah-bocah dari tadi ngomongin orang yang tidak  mungkin di dengarkan, saya engga bisa menyampaikan keluh kesah saya ke DPR,kalalu DPR ngopi kesini baru saya bilangin macam-macam,orang desa seperti saya hanya bisa cari rumput saja)

Dari celetukan si Mbah, saya bisa menyimpulkan bahwa memang benar kalau komunikasi memang sangat penting adanya, kebanyakan masyarakat kelas bawah di Indonesia tidak tahu cara menyampaikan aspirasi mereka, atau memang DPR sendiri tidak membuat wadah atau jalur yang pasti untuk masyarakat agar bisa menyampaikan aspirasi mereka, kalau begini berarti hanya mereka yang memiliki jabatan saja yang bisa menyampaikan aspirasi, bukankah DPR itu Dewan Perwakilan Rakyat bukan Dewan Perwakilan Pejabat?

Warung kopi adalah tempat sederhana yang bisa membuat sebuah pemikiran baru, warung kopi tempat paling rakyat, selalu terbuka untuk semua orang, apalagi kalau sudah kenal sama yang punya warung tak ada uang kita bisa utang, warung kopi sudah seperti kotak pos yang berisi keluhan-keluhan masyarakat namun bebal tak pernah tersampaikan.

Tongkrongan malam ini,diakhiri dengan jawaban yang kompak “enggih mbah

Rabu, 01 Mei 2019

DARI KAMI : HEWAN TERNAK

 DARI KAMI : HEWAN TERNAK

Apa kabar kapitalis?
Masih empukah keranjang anda itu?
Adakah dalam setiap malam anda melamun tentang kami?
Hewan ternak yang di peras dengan sistem dungu

Taukah anda tentang kemuakan ini!
Segala isu atau apalah yang kami pun tak tau kebenaranya
Persepsi macam rumus mubazir karena hasilnya pun tak terhingga
Lolongan mu yang semakin hari risih di telinga

Hasutan apalagi yang lebih nista dari kemunafikan
Mencemari otak kami dengan omong kosong kemakmuran
Mengikat lalu menyeret ke imajinasi yang suram
Kebodohan kami anugerah yang anda lestarikan
Hiduplah untuk satu golongan!
Matilah untuk yang tidak di golongkan.

Apakah anda habis otak?
Sampai keyakinan kami pun anda tinta hitamkan
Memboikot nurani dengan fakta entah darimana asalnya
Apakah anda tidak memahami tentang untaian Karl marx
Bahwa agama sebagai agen moral yang aktif,
Bukan sekedar ekspresi ideologi dari hirarki sosial yang berkuasa
Kami kira yang di singgahsana lebih bermoral dari yang terpenjara.
Bukankah semua tertulis di aksara pusaka
Tentang kebaikan dan tata krama
Tentang tujuan dan guna manusia
Tentang segala apa dan hakekatnya

Mau kemana anda bawa jutaan kepercayaan ini?
Kami butuh peta yang anda persiapkan
Agar kami tau jalan yang akan kami lewati
Benarkah
Buntukah









Senin, 11 Maret 2019

MERAYAKAN PENYESALAN

MERAYAKAN PENYESALAN
Sebelum kalian lanjut membacanya,aku beri tahu dulu kalau ini bukan sebuah cerita ataupun dongeng,sebelum kalian menyesal karena mengahbiskan waktu kamu untuk membaca ini.
Ini sebuah pembahasan tentang “Penyesalan” karena menurutku masih banyak yang belum sesuai dalam menyikapi sebuah penyesalan.sekali lagi ini adalah pendapat ku sendiri,jadi tak masalah jika ini tidak masuk dalam sudut pandang mu.
Menurut wikipedia penyesalan atau sesal adalah perasaan sedih atau kesusahan dalam hati seseorang karedosa-dosa yang dilakukannya, dengan disertai keinginan untuk tidak melakukannya lagi.dalam hal ini berarti penyesalan datang karena keburukan yang pernah kita lakukan.bisa di bilang penyesalan selalu ber arti Negatif.
Namun kebanyakan orang selalu menganggap bahwa penyesalan adalah suatu yang tidak perlu yang hanya membuang-membuang waktu saja,yang hanya membuat kita berlarut dalam kesdihan,yang hanya akan membuat kita tidak percaya diri karena selalu menyalahkan diri kita sendiri. penyesalan hanya sebuah perasaan yang sekedar lewat dan tak perlu di hiraukan,tidak penting juga kita menyesali yang sudah terjadi,benarkah?
Tuhan menciptakan segala sesuatu pasti ada maksud dan tujuan nya,begitu juga ketika tuhan menciptakan perasaan “sesal”. bagiku penyesalan adalah sebuah keharusan,dengan kita menyesal berarti kita sedang introspeksi diri. Keburukan di masa lalu adalah pembelajaran hidup.dengan kita menyesalinya kita akan berusaha menjadi orang yang lebih baik lagi. Ada pepatah islam mengatakan Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat.” Disini kita bisa tau kenapa penyesalan selalu datang di akhir.berawal dari keburukan untuk sebuah kebaikan.
Tapi ada kesalah pahaman dengan penepatan “penyesalan” ini. Kadang kita tidak semestinya menyesali sebuah pilihan yang kita buat.belum paham?aku beri contoh,”saat kamu tamat SD lalu kamu akan ke SMP,disini kamu di beri pilihan beberapa SMP,ada yang negeri dan ada juga yang swasta,lalu kamu memutuskan untuk masuk ke swasta karena mengikuti teman mu yang lain,nah saat sudah masuk di SMP swasta dan berjalan beberapa semeseter kamu merasa tidak nyaman dengan fasilitas sekolah itu dan menyesal kenapa dulu aku  tidak masuk ke SMP negeri pasti fasilitasnya akan lebih baik”
Nah disini adalah kesalahanya,pilihan hidup tidak seharusnya di sesali,itu hanya sebuah keluhan mu saja ,kalaupun kamu menyesali semua yang kamu keluhkan juga tidak akan berubah.justru ini yang akan menghambat kebahagiaanmu.Jalani saja apa yang sudah kamu pilih,syukuri apa yang sudah kamu dapatkan,tak perlu berandai-andai,seolah pilihanmu salah.justru buktikan lah bahwa yang kamu pilih adalah sebuah kebenaran.Jangan jadikan ini sebuah penyesalan,ini hanya tentang bagaimana kamu mensyukuri apa yang ada.
Jadi intinya penyesalan hanya untuk hal buruk di masalalu,bukan untuk pilihanmu di masalalu.
Dan sekarang bagaimana?apakah kamu menyesal membaca ini?jika iya,berarti tulisan ku ini adalah sebuah keburukan bagimu.



jam tiga

  Jam sudah menjadi dingin, detaknya membeku, jarum-jarumnya hanya mendengung meminta kehangatan. Ia berhenti pada tiga pagi. Kepalaku ter...